
Swaramediakaltim.com – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Timur Sri Wahyuni, mendorong seluruh kabupaten dan kota di Kaltim untuk memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Hal ini disampaikan saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional terkait posisi dan kewenangan pemerintah daerah dalam kebijakan KTR pasca ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, di Hotel Manhattan Jakarta, Kamis (12/6/2025).
“Kita mendorong kabupaten/kota yang belum memiliki Perda KTR untuk segera menyusunnya,” ujar Sekda Sri Wahyuni, dikutip Swara Kaltim melalui berita Biro Adpim Setprov Kaltim.
Sekda Sri Wahyuni menjelaskan dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, delapan di antaranya sudah memiliki regulasi dalam bentuk Perda. Sementara dua daerah lainnya masih menggunakan peraturan kepala daerah, yang dinilai belum memenuhi amanat PP Nomor 28 Tahun 2024.
“Karena sesuai dengan ketentuan PP 28/2024, regulasi terkait KTR harus berbentuk peraturan daerah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sekda juga mengimbau masyarakat untuk mematuhi aturan KTR, terutama di ruang-ruang publik. Dirinya menekankan, kebijakan KTR bukan ditujukan untuk melarang merokok secara keseluruhan, tetapi untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok demi kesehatan.
“Merokok masih diperbolehkan, namun hanya di tempat-tempat khusus yang telah disediakan dan harus di area terbuka,” imbuhnya.
Mengacu pada Pasal 442 PP Nomor 28 Tahun 2024, Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dilarang untuk kegiatan merokok, menjual, memproduksi, mengiklankan, maupun mempromosikan produk tembakau dan rokok elektronik, baik di dalam maupun di luar ruangan.
Pemprov Kaltim sendiri telah menetapkan Perda Nomor 5 Tahun 2017 yang mengatur KTR di tingkat provinsi.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa penerapan KTR bukan untuk mematikan industri tembakau dan turunannya, karena sektor ini juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan pemasukan negara.
Namun, Mendagri menekankan bahwa produk tembakau memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat.
“Salah satu penyebab utama kematian seperti jantung dan stroke, berasal dari kebiasaan merokok,” ujarnya.
Karena itu, menurut Tito, negara harus hadir dan melakukan intervensi untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk rokok, salah satunya melalui regulasi kawasan bebas rokok, baik di kantor pemerintahan maupun di ruang publik.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki populasi perokok yang tinggi, yakni 73 persen laki-laki dewasa dan 7,4 persen remaja usia 10–18 tahun.
Menkes juga mengingatkan adanya peningkatan signifikan dalam penggunaan rokok elektronik di kalangan anak-anak.
“Yang mengkhawatirkan, penggunaan rokok elektronik pada anak meningkat dua kali lipat,” ungkapnya.
Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan sangat serius dalam mendorong regulasi KTR karena rokok merupakan faktor risiko ketiga tertinggi dari berbagai penyakit penyebab kematian, seperti stroke dan jantung yang dipicu karena tekanan darah tinggi dan diabetes.
“Jika kita ingin hidup lebih sehat dan panjang umur, melihat cucu tumbuh besar, maka faktor-faktor risiko itu harus kita kurangi,” tutupnya.
Turut hadir dalam Rakornas tersebut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim dr Jaya Mualimin serta Kepala Biro Hukum Setdaprov Kaltim Suparmi. (aya)